infopublic.id-
Sungai Penuh – Gelombang pemanggilan aparatur sipil negara (ASN) ke kantor Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Sungai Penuh menimbulkan polemik baru. Pemanggilan yang berlangsung sejak pertengahan Oktober 2025 itu kini dikaitkan dengan dugaan tekanan politik menjelang Pemilihan Wali Kota (Pilwako) 2024.
Sejumlah sumber internal menyebutkan, proses pemanggilan yang dilakukan terhadap ratusan pejabat dinilai menyimpang dari mekanisme pembinaan disiplin ASN sebagaimana diatur dalam ketentuan kepegawaian. Menurut prosedur, pemanggilan terhadap pejabat yang diduga melanggar disiplin seharusnya dilakukan secara berjenjang di masing-masing perangkat daerah.
“Kalau staf bermasalah, cukup kepala bidang yang memanggil. Kalau kepala bidang, ya sekretaris atau kepala dinas yang menindaklanjuti. Setelah itu baru hasilnya dikirim ke BKPSDM untuk proses administrasi. Bukan sebaliknya semua dipanggil langsung ke sana seperti pemeriksaan,” ujar salah satu pejabat yang meminta namanya tidak dipublikasikan.
Ia juga mengungkapkan bahwa dalam beberapa pertemuan di BKPSDM, sejumlah pejabat diminta menandatangani surat pengunduran diri setelah melalui sesi tanya jawab yang dinilai cenderung mengarah ke unsur politis.
“Pertanyaannya kadang tidak relevan, malah seperti menggiring opini. Beberapa teman akhirnya menandatangani surat pengunduran diri. Tapi bagi sebagian kami, itu bukan bentuk menyerah — justru tanda bahwa kami tidak takut terhadap tekanan politik,” ungkap sumber tersebut.
Informasi lain menyebutkan, sejak 22 hingga 24 Oktober 2025, sedikitnya 200 pejabat eselon III dan IV dipanggil secara bertahap selama tiga hari. Namun setelah isu ini menjadi sorotan publik dan ramai diberitakan, agenda pemanggilan lanjutan dikabarkan ditunda sementara waktu.
Hingga kini, pihak Pemerintah Kota Sungai Penuh maupun BKPSDM belum memberikan klarifikasi resmi terkait tujuan pemanggilan massal tersebut. Sementara itu, publik berharap agar penegakan disiplin ASN dilakukan secara profesional, tidak digunakan sebagai instrumen tekanan politik dalam kontestasi Pilwako yang akan datang.
(Red/bg)
