
Jakarta, InfoPublic.id — Garam bukan sekadar bahan dapur. Dalam konteks negara kepulauan seperti Indonesia, garam merupakan komoditas strategis yang memiliki dampak luas terhadap ketahanan pangan dan industri nasional.
Meski memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia dan sinar matahari melimpah, Indonesia masih mengimpor lebih dari 2 juta ton garam per tahun, terutama untuk kebutuhan industri. Ironi ini mendorong pemerintah untuk mengambil langkah tegas mengejar swasembada garam pada tahun 2027, dengan menargetkan pemenuhan penuh dari produksi dalam negeri.
Pada 27 Maret 2025, Presiden Prabowo Subianto menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional. Perpres ini mencabut regulasi sebelumnya dan memperkuat komitmen negara menuju kemandirian garam, terutama untuk industri pangan, farmasi, tekstil, hingga pengeboran minyak.
Hingga 2024, produksi nasional telah menembus 2,04 juta ton, dengan target naik menjadi 2,25 juta ton pada 2025, didukung stok cadangan sebesar 836 ribu ton. Angka ini mencakup 63 persen dari kebutuhan nasional yang diperkirakan mencapai 5 juta ton. Kebutuhan tertinggi datang dari sektor industri, yang mensyaratkan kualitas tinggi sesuai SNI 8207:2016 dengan kadar NaCl di atas 97 persen.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menegaskan bahwa industri dalam negeri belum mampu memproduksi garam berkualitas khusus untuk sektor sensitif seperti farmasi dan kimia. Karenanya, pemerintah sementara masih membuka keran impor sembari menyiapkan fondasi produksi domestik yang tangguh.
—
Langkah Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
Sebagai pelaksana utama kebijakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah meluncurkan program Swasembada Garam 2027. Langkah-langkah konkritnya mencakup:
Pelarangan impor garam konsumsi mulai 2025.
Pengembangan kawasan sentra industri garam nasional di Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ekstensifikasi tambak garam seluas 10.764 hektare di 13 desa, termasuk modernisasi proses produksi.
Identifikasi wilayah potensial seperti NTB, NTT, dan Jawa Barat.
Terobosan model produksi garam berbasis teknologi di lahan 1.800–2.500 Ha.
KKP juga menargetkan pembangunan Kawasan Sentra Industri Garam Nasional (K-SIGN) yang diproyeksikan menyerap 26 ribu tenaga kerja dan menggerakkan ekonomi lokal secara berkelanjutan.
—
Simbol Kemandirian Bangsa
Bagi Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, pembangunan K-SIGN bukan sekadar pusat produksi, tetapi juga simbol kemandirian bangsa. “Kita ingin mengakhiri ketergantungan impor dan mengangkat potensi lokal ke tingkat nasional,” ujarnya.
Target swasembada garam konsumsi dipatok paling lambat 31 Desember 2025, sementara swasembada garam industri – termasuk untuk kebutuhan Chlor Alkali Plant dan farmasi – ditargetkan tercapai pada 31 Desember 2027.
—
Menuju Indonesia Emas 2045
Dalam visi besar menuju Indonesia Emas 2045, swasembada garam merupakan bagian dari pembangunan ekonomi berdaulat. Di tengah tantangan global, krisis iklim, dan fluktuasi pasar, kemandirian dalam komoditas dasar seperti garam menjadi fondasi penting ketahanan nasional.
Dengan potensi besar, dukungan kebijakan yang kuat, dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia kini siap berdiri tegak di atas garamnya sendiri — membangun masa depan yang tidak lagi bergantung pada garam impor, tetapi pada kekuatan rakyat dan sumber daya lokal yang dikelola secara berkelanjutan.