6 Desember 2025
IMG-20251105-WA0113(1)

Foto : Tuntutan SKAK-MALUT-JKT Di Gedung KPK

Jakarta, Infopublik. Id — Desakan publik terhadap penegakan hukum di Maluku Utara terus menguat. Sentral Koalisi Anti Korupsi Maluku Utara Jakarta (SKAK-MALUT-JKT) menegaskan pentingnya langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera turun tangan menyelidiki dugaan penyimpangan pengelolaan anggaran di Sekretariat DPRD Provinsi Maluku Utara, khususnya pada periode 2019–2024.

 

Menurut SKAK-MALUT-JKT, periode tersebut ditandai oleh anomali politik anggaran di tengah krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19, di mana kebijakan keuangan daerah tidak sejalan dengan kondisi fiskal yang menurun.

 

Koordinator Lapangan SKAK-MALUT-JKT, M. Reza A.S, menjelaskan bahwa pada masa 2020–2022, pandemi telah menekan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dana transfer pusat secara signifikan. Namun, di tengah situasi sulit itu, DPRD Provinsi Maluku Utara justru mempertahankan bahkan menaikkan tunjangan operasional dan rumah tangga hingga mencapai Rp 60 juta per anggota per bulan.

 

“Langkah itu menunjukkan lemahnya sensitivitas sosial dan krisis moral elit daerah. Selain tidak sesuai dengan prinsip efisiensi, keputusan tersebut juga mengindikasikan penyimpangan dalam kebijakan anggaran publik,” ujar Reza di Jakarta, Rabu (5/11/2025).

 

Diduga Langgar PP Nomor 18 Tahun 2017

Secara normatif, Pasal 8 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 menegaskan bahwa penetapan besaran tunjangan anggota DPRD harus memperhatikan kemampuan keuangan daerah. Dengan demikian, setiap kebijakan terkait tunjangan seharusnya menyesuaikan kondisi fiskal, bukan dijadikan alat untuk mengamankan kepentingan kelompok tertentu.

 

Kejati Mulai Panggil Sejumlah Pejabat, Sekwan Belum Tersentuh

 

SKAK-MALUT-JKT mencatat, Kejaksaan Tinggi Maluku Utara telah memanggil beberapa pejabat penting seperti mantan Ketua DPRD Kuntu Daud, mantan Ketua Komisi I Iqbal Ruray, serta mantan Kepala Bagian Umum DPRD Zulkifli Biaan, yang kini menjabat sebagai Kepala BKD Malut.

 

Namun, hingga kini Sekretaris DPRD Provinsi Maluku Utara, Abubakar Abdullah, belum tersentuh pemeriksaan, padahal jabatannya sangat strategis dalam arus keluar masuk keuangan legislatif.

 

“KPK perlu memprioritaskan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Abubakar Abdullah guna memastikan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan APBD Maluku Utara,” tegas Reza.

 

SKAK-MALUT-JKT juga mendesak dilakukan audit investigatif terhadap tunjangan perumahan dan transportasi pimpinan serta anggota DPRD dengan nilai fantastis masing-masing Rp 29,83 miliar untuk perumahan dan Rp 16,2 miliar untuk transportasi.

 

Nilai tersebut dinilai tidak sebanding dengan kondisi keuangan daerah di masa pandemi dan mengindikasikan adanya praktik penyimpangan anggaran secara sistematis.

 

“Ruang Gelap” Anggaran dan Rangkap Jabatan

 

Menurut SKAK-MALUT-JKT, lemahnya transparansi dan kontrol publik menjadikan Sekretariat DPRD Maluku Utara sebagai “ruang gelap” pengelolaan keuangan rakyat.

Dugaan penyalahgunaan kewenangan juga diperparah dengan rangkap jabatan Abubakar Abdullah, yang merangkap sebagai Sekwan DPRD dan Plt. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku Utara.

 

Praktik tersebut dinilai melanggar PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang melarang ASN menduduki dua jabatan struktural sekaligus.

 

“Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tetapi bentuk penyimpangan sistemik yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan manipulasi kebijakan,” ujar Reza menegaskan.

 

SKAK-MALUT-JKT juga menilai kondisi ini mencerminkan kerusakan struktural birokrasi di bawah kepemimpinan Gubernur Sherly Djuanda, yang dinilai gagal menegakkan prinsip good governance dan clean government.

“Ketika integritas aparatur dan etika kepemimpinan runtuh, korupsi bukan lagi sekadar tindak pidana, tetapi menjelma menjadi kejahatan sistem,” tambahnya.

 

KPK Diminta Ambil Alih Penanganan

Berdasarkan kajian dan data yang dihimpun, SKAK-MALUT-JKT mendorong KPK untuk mengaktifkan mandat Pasal 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, guna mengambil alih penanganan dugaan korupsi penyelenggara negara di daerah apabila penegakan hukum di tingkat provinsi berjalan lambat.

 

“Ketua KPK Setyo Budyanto harus menjadikan kasus dugaan penyimpangan anggaran DPRD Maluku Utara sebagai pintu masuk untuk membongkar praktik korupsi anggaran di daerah, yang selama ini berlindung di balik dalih mekanisme kelembagaan,” kata Reza.

 

Ia menegaskan, dugaan korupsi di lembaga legislatif kini menjalar ke birokrasi, menunjukkan adanya krisis moral kekuasaan di Maluku Utara.

 

 

Tuntutan SKAK-MALUT-JKT

1. KPK segera melakukan penyelidikan dan audit investigatif terhadap pengelolaan keuangan di tubuh DPRD Provinsi Maluku Utara dan Sekretariat DPRD Malut, serta memanggil dan memeriksa Abubakar Abdullah selaku Sekwan DPRD.

 

2. KPK melakukan supervisi langsung terhadap Kejati Maluku Utara untuk memastikan proses hukum berjalan transparan, objektif, dan bebas intervensi politik.

 

3. Evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan rangkap jabatan dan pelanggaran disiplin ASN di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara.

 

Koorlap : M .Reza A syadik

 

Jakarta, 5 November 2025

Editor : Redaksi

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *