
Wairoro Indah, Halmahera Tengah, InfoPublic.id — Dunia pendidikan di Kecamatan Weda Selatan, Kabupaten Halmahera Tengah, kembali mendapat sorotan tajam. Kali ini, seorang siswi kelas 1 Sekolah Dasar bernama Arsyila Mufadillah (4) menjadi korban dari ketidakjelasan administratif dan dugaan ketidakadilan antar dua sekolah negeri di desa Wairoro Indah. Arsyila dinyatakan tidak naik kelas, meskipun telah mengikuti proses belajar dan ujian semester di dua sekolah berbeda, yakni SDN 1 dan SDN 2 Wairoro Indah.
Kejadian ini bermula saat pembagian Laporan Pendidikan (rapor) yang dilakukan pada Sabtu, 21 Juni 2025 sekitar pukul 09.00 WIT. Saat itu, pihak orang tua tidak dapat hadir karena sedang berada di Jawa. Namun setelah kembali ke Wairoro, ayah Arsyila mendatangi SDN 2 dan terkejut saat diberitahu bahwa putrinya dinyatakan tidak naik kelas, tanpa penjelasan nilai yang akurat dan rinci.
Arsyila sebelumnya merupakan siswi SDN 1 Wairoro Indah, dan aktif mengikuti proses belajar mengajar hingga April 2025. Namun, karena alasan jarak dan zonasi tempat tinggal baru di Wairoro SP1, orang tua memutuskan memindahkannya ke SDN 2 Wairoro Indah. Di sekolah baru ini, Arsyila sempat mengikuti kegiatan belajar meskipun hanya satu bulan, serta turut mengikuti ujian semester.
Masalah mulai muncul saat nilai harian Arsyila dari SDN 1 tidak pernah dikirim ke SDN 2. Meski begitu, SDN 2 tetap membuatkan rapor untuk Arsyila. Anehnya, nilai yang tercantum dalam rapor SDN 2 justru lebih tinggi dari nilai yang kemudian muncul di rapor SDN 1, yang baru diterima setelah orang tua menindaklanjuti sendiri.
“Saya bingung dan kecewa, rapor dari SDN 2 lebih baik walau hanya ikut belajar sebentar. Tapi begitu saya lihat rapor dari SDN 1, nilai rata-rata di bawah 60, padahal Arsyila belajar di sana hampir seluruh semester dan saya punya bukti nilai tugas serta harian lengkap,” ungkap sang ayah dengan nada kecewa.
Setelah berkoordinasi dengan pihak SDN 2, sang kepala sekolah menyarankan agar rapor tersebut dibawa ke SDN 1 untuk mendapatkan tambahan nilai. Namun saat mendatangi SDN 1 sesuai janji pada Sabtu, 19 Juli 2025 pukul 10.00 WIT, kepala sekolah tidak berada di tempat. Orang tua hanya bertemu wali kelas Arsyila, dan kembali merasa kecewa karena nilai dalam rapor SDN 1 tampak lebih buruk dan tidak sesuai dengan rekam jejak akademik anaknya.
Lebih ironis, menurut orang tua Arsyila, guru-guru di SDN 1 belum menyusun nilai harian secara tuntas. “Saya tanya, bagaimana bisa nilai di SDN 1 lebih rendah dari SDN 2 padahal dia belajar lebih lama di SDN 1? Nilai tugas dan ulangan harian lengkap, tapi entah kenapa hasilnya begitu parah,” ujarnya.
Ia juga mempertanyakan standar dan mekanisme penilaian kedua sekolah tersebut yang tampak tidak sinkron, serta menyesalkan bahwa pihak SDN 1 tetap bersikukuh menyatakan Arsyila tidak naik kelas, dengan alasan nilai dari SDN 2 “belum matang”.
“Saya menuntut keadilan bagi anak saya. Saya hanya ingin penilaian yang objektif dan tidak diskriminatif. Jangan sampai anak-anak kita jadi korban karena buruknya koordinasi antara sekolah dan lemahnya perhatian terhadap nasib peserta didik,” tegasnya.
Kasus ini mencerminkan lemahnya sistem koordinasi antar satuan pendidikan, terutama ketika seorang siswa berpindah sekolah di tengah tahun ajaran. Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Tengah diharapkan segera turun tangan, melakukan investigasi, dan memberikan solusi yang adil bagi Arsyila dan keluarganya.
Pendidikan adalah hak semua anak bangsa, dan setiap sekolah wajib memastikan keadilan serta transparansi dalam setiap prosesnya. Jika tidak, maka sekolah justru akan menjadi bagian dari persoalan dalam dunia pendidikan, bukan menjadi bagian dari solusinya.
Redaksi : Dayat
Editor: Win