27 Juli 2025
IMG-20250720-WA0115

Tidore, Maluku Utara — Komitmen pelestarian Warisan Budaya Bawah Air (Underwater Cultural Heritage) di Indonesia terus diperkuat melalui kolaborasi lintas negara. Kali ini, Flinders University Australia bekerja sama dengan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan (BPPSDMKP) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Pemerintah Kota Tidore Kepulauan, dan Kementerian Kebudayaan, menyelenggarakan Pelatihan Konservasi dan Pengelolaan Warisan Budaya Bawah Air di Tidore, pada 17–18 Juli 2025.

Pelatihan dua hari ini merupakan bagian dari proyek riset internasional bertajuk Revisiting Salvaged and Looted Shipwreck Sites in Indonesia: An Integrated Management Framework for Safeguarding Underwater Cultural Heritage. Proyek ini berada di bawah naungan Australia Research Council (ARC) Linkage Project berjudul Reuniting Orphaned Cargoes: Underwater Cultural Heritage of Maritime Silk Route, yang dipimpin oleh Assoc. Prof. Dr. Martin Polkinghorne dari Flinders University.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tidore Kepulauan, Daud Muhammad, dalam sambutannya saat membuka kegiatan menyampaikan bahwa pelatihan ini bertujuan untuk:

Meningkatkan kesadaran masyarakat lokal tentang pentingnya situs kapal karam dan artefak bawah laut sebagai bagian dari sejarah maritim Indonesia.

Memperkenalkan praktik konservasi bawah laut sesuai standar nasional dan prinsip UNESCO 2001 Convention.

Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pelestarian warisan budaya bawah laut.

Memperkuat sinergi antara pemangku kepentingan sektor kelautan, budaya, dan pariwisata.

Pelatihan ini diikuti oleh 25 peserta dari berbagai instansi dan komunitas lokal, termasuk Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara, Dinas Perikanan dan Kebudayaan Tidore, Museum Sonyine Malige, Kesultanan Tidore, komunitas nelayan, penyuluh KKP, serta pegiat wisata selam dan pelaku ekonomi kreatif.

Bertempat di Aula Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tidore, peserta mengikuti kuliah umum dari sembilan pakar nasional dan internasional yang membawakan materi seputar:

Pendahuluan proyek Reuniting Orphaned Cargoes dan pengelolaan situs kapal karam di Indonesia

Teknik dasar konservasi artefak bawah air

Pendekatan konservasi berbasis ekosistem laut

Analisis batimetri perairan Soasio dan Tongowai untuk pengembangan wisata selam sejarah

Pada hari kedua, kegiatan berlanjut di Museum Sonyine Malige dengan fokus pada praktik dokumentasi dan konservasi artefak bawah air. Para peserta dilatih keterampilan teknis seperti identifikasi, klasifikasi, pengukuran, photogrammetry, hingga katalogisasi artefak. Koleksi utama yang digunakan dalam sesi praktik adalah 219 guci stoneware abad ke-16 hingga 17 yang ditemukan di perairan Tongowai pada era 1990-an.

Melalui pelatihan ini, Tidore Kepulauan diharapkan dapat berkembang menjadi pusat konservasi warisan budaya bawah air di kawasan Indonesia Timur. Selain itu, pelatihan ini membuka peluang besar untuk pengembangan wisata bahari berbasis sejarah, antara lain dengan membentuk jalur wisata maritim (maritime heritage trail) yang menampilkan situs-situs kapal karam bersejarah. Langkah ini tidak hanya akan melestarikan kekayaan sejarah laut Nusantara, tetapi juga mampu memberikan dampak ekonomi nyata bagi masyarakat lokal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *