
Jakarta, InfoPublic.id — Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) masih menjadi pilar utama perekonomian nasional. Menyumbang lebih dari 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap hingga 97 persen tenaga kerja, UMKM terus menghadapi tantangan besar di tengah era digital—khususnya rendahnya literasi keuangan dan minimnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
Sekretaris Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Jimmy Ardianto, dalam gelaran Cerdas Finansial di Era Digital yang berlangsung di Solo, Kamis (26/6/2025), menekankan pentingnya pemahaman literasi keuangan bagi pelaku UMKM. Menurutnya, kemampuan menyusun laporan keuangan sederhana, mengelola arus kas, hingga menyisihkan dana cadangan adalah pondasi penting agar UMKM lebih tahan terhadap risiko.
“Dengan literasi keuangan yang baik, pelaku usaha bisa mengambil keputusan yang lebih bijak dan menjaga kelangsungan bisnisnya. Kedisiplinan finansial bukan hanya soal bertahan, tapi juga tumbuh secara sehat dan berkelanjutan,” ujar Jimmy.
LPS mendorong pelaku usaha untuk memanfaatkan layanan keuangan formal, termasuk dari bank digital, dengan memastikan simpanan tetap berada dalam batas bunga penjaminan LPS—yakni 4% untuk bank umum, 6,5% untuk BPR, dan 2,25% untuk valuta asing.
Selain literasi keuangan, isu perlindungan HAKI juga menjadi sorotan. Menteri Komunikasi Digital RI, Meutya Hafid, menegaskan pentingnya penguatan HAKI bagi UMKM sebagai bentuk penghargaan terhadap kreativitas lokal.
“Perlindungan HAKI bukan hanya soal legalitas, tapi juga bentuk penghormatan atas karya anak bangsa. Saya ingin lebih banyak produk lokal mendunia dengan bangga,” tegas Meutya.
Fakta mengejutkan disampaikan Utusan Khusus Presiden bidang UMKM dan Ekonomi Kreatif, Ahmad Ridha Sabana. Ia menyebutkan bahwa sekitar 80 persen HAKI di sektor ekonomi kreatif Indonesia didaftarkan oleh pihak asing.
“Mengapa pelaku lokal kalah cepat? Ini tantangan besar. Kita butuh sistem single window HAKI untuk memudahkan proses pendaftaran dan perlindungan karya-karya lokal,” jelas Ridha.
Digitalisasi juga dinilai sebagai peluang besar untuk memperluas pasar UMKM. Saat ini, lebih dari 50 persen UMKM telah masuk ke platform e-commerce dan mencatat peningkatan omset hingga 88 persen. Pemerintah menargetkan angka partisipasi UMKM digital naik menjadi 70% demi mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Pemerintah melalui Kemkomdigi terus mendorong program pelatihan digital dan penguatan branding produk lokal melalui media sosial seperti TikTok dan Instagram, sembari menyiapkan regulasi pendukung agar UMKM bisa berkembang tanpa kehilangan identitas budaya.
Transformasi UMKM tak bisa berjalan sendiri. Ini merupakan agenda lintas sektor yang menuntut kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Literasi keuangan dan perlindungan HAKI adalah dua senjata penting agar UMKM Indonesia tak hanya bertahan, tetapi juga berjaya di era digital.
“Ketika UMKM mampu mengelola keuangan dengan bijak dan melindungi karyanya secara hukum, maka mereka bukan sekadar pelaku usaha lokal—mereka adalah duta ekonomi bangsa di pentas global,” tutup Jimmy Ardianto.