
Siak, InfoPublikc.id – Bupati Siak, Afni Zulkifli, mengambil langkah tegas dan strategis dengan turun langsung ke lapangan untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan terkait pengelolaan lahan kemitraan kehutanan di Kampung Olak, Kecamatan Sungai Mandau, Kabupaten Siak. Konflik yang telah berlangsung selama bertahun-tahun itu akhirnya mulai menemukan titik terang setelah pertemuan terbuka bersama berbagai pihak terkait.
Dalam kunjungannya pada Minggu (22/6/2025), Bupati Afni menginisiasi forum dialog yang melibatkan masyarakat setempat, aparat kampung, perwakilan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, OPD terkait di lingkungan Pemkab Siak, serta sejumlah organisasi non-pemerintah (NGO) yang aktif di wilayah tersebut.
Konflik bermula dari ketimpangan pengelolaan lahan hutan sosial seluas 287 hektare yang berstatus Areal Penggunaan Lain (APL), yang semestinya dikelola secara kolektif oleh masyarakat Kampung Olak. Namun dalam praktiknya, lahan tersebut dikuasai oleh segelintir orang, sehingga menimbulkan kecemburuan sosial dan ketidakadilan ekonomi bagi warga lainnya.
“Pengelolaan lahan ini harus transparan dan adil. Ini aset kampung, seharusnya bisa menjadi Pendapatan Asli Kampung (PAK), bukan malah hanya menguntungkan segelintir pihak,” tegas Bupati Afni.
Dari hasil peninjauan lapangan, Bupati menemukan bahwa sebagian lahan konsesi perusahaan berada sangat dekat dengan permukiman warga. Ia menilai, kondisi tersebut harus segera ditindaklanjuti melalui pengajuan adendum atau perubahan batas luasan konsesi oleh pihak perusahaan.
“Saya lihat lahannya memang terlalu dekat dengan kampung. Meskipun statusnya APL, namun masih masuk dalam konsesi perusahaan seluas 1.200 hektare. Maka sesuai aturan, seharusnya dilakukan adendum. Itu jelas tertulis dalam ketentuan,” ujar Afni.
Lebih lanjut, Afni menekankan pentingnya menjalin perjanjian kemitraan kehutanan yang mengacu pada ketentuan izin berusaha pemanfaatan hutan, sesuai perundang-undangan yang berlaku. Ia mendorong agar kerja sama dilakukan melalui musyawarah terbuka, bukan sepihak.
“Kemitraan itu tidak hanya hak perusahaan, masyarakat pun punya hak untuk mengajukan kemitraan. Kuncinya adalah komunikasi dan keterbukaan. Harus ada keadilan dalam pembagian manfaat,” imbuhnya.
Afni juga menyoroti rasa ketimpangan yang dirasakan masyarakat yang merasa hanya menjadi penonton di atas tanah milik sendiri. Ia mengkritisi ketergantungan terhadap dana pusat akibat kurangnya optimalisasi aset kampung yang dikelola secara mandiri.
“Kita jangan cuma jadi penonton di kampung sendiri. Ada puluhan ribu hektare konsesi di sini, tapi masyarakat tak ikut merasakan manfaat langsung. Kalau cuma dijawab ‘sudah bayar pajak ke pusat’, masyarakat tetap tidak merasakan dampaknya,” tegasnya.
Menutup pertemuan tersebut, Bupati Afni menginstruksikan jajaran teknisnya untuk segera melengkapi data terkait luasan dan batas lahan guna mendukung penyelesaian sengketa pada pertemuan selanjutnya.
Sementara itu, Camat Sungai Mandau, Muhammad Darwis, menjelaskan bahwa proses perjanjian kemitraan kehutanan di Kampung Olak memang telah melewati dinamika yang cukup alot. Bahkan dua kepala kampung sebelumnya belum berhasil mencapai kesepakatan karena adanya penolakan dari masyarakat bawah.
“Saya termasuk dalam tim 9 yang menangani masalah ini. Dulu perusahaan juga menyampaikan bahwa mereka tidak berani melanjutkan kemitraan jika tidak ada keputusan resmi atau atas nama desa. Makanya ini perlu disepakati secara musyawarah,” kata Darwis.
Dengan terbentuknya forum dialog terbuka ini, diharapkan pengelolaan lahan kehutanan kemitraan di Kampung Olak dapat berjalan lebih adil, transparan, dan menguntungkan masyarakat setempat secara berkelanjutan.