
Wailoba, InfoPublic.id – Suasana damai di Desa Wailoba, Kecamatan Mangoli Tengah, Kepulauan Sula, Maluku Utara, mendadak berubah mencekam pada Minggu malam (15/6/2025). Sebuah rumah milik Kepala Desa dilalap api saat tengah berlangsung hajatan keluarga, meninggalkan kepanikan, trauma, dan pertanyaan besar di benak masyarakat.
Kejadian memilukan ini tak hanya menghanguskan bangunan tempat tinggal, tetapi juga membakar rasa aman warga desa yang selama ini hidup dalam kerukunan meski diwarnai dinamika sosial. Api yang berkobar di tengah malam itu menjadi titik balik dari rasa tenang yang selama ini mereka kenal.
—
Ada Bau Bensin: Musibah atau Unsur Kesengajaan?
Sejumlah saksi mata mengungkap bahwa sebelum api membesar, mereka mencium bau bensin yang menyengat di sekitar lokasi. Indikasi ini lantas memunculkan spekulasi: apakah ini murni musibah kebakaran akibat kelalaian, ataukah ada unsur kesengajaan yang sengaja dirancang?
Situasi ini menimbulkan kegelisahan luas. Tidak sedikit warga yang mengaitkan peristiwa ini dengan konflik sosial dan ketegangan antar kelompok yang sempat mewarnai kehidupan masyarakat desa beberapa waktu terakhir. Perbedaan pandangan dalam pemerintahan desa hingga rivalitas sosial yang tak terselesaikan bisa saja menjadi pemicu.
—
Seruan untuk Penegakan Hukum yang Tegas dan Transparan
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Baharul Fokaaya, yang juga merupakan warga Desa Wailoba, dalam catatannya menyebut bahwa tragedi ini harus menjadi perhatian serius aparat penegak hukum.
> “Warga berhak bertanya dan curiga. Oleh karena itu, dibutuhkan proses investigasi yang terbuka, cepat, dan transparan dari pihak kepolisian. Jangan biarkan ketidakjelasan memicu fitnah atau konflik yang lebih luas,” tegas Baharul.
Masyarakat berharap agar proses penyelidikan tidak hanya formalitas. Jika terbukti ada unsur pembakaran, pelaku harus dihukum tegas. Jika musibah ini terjadi karena kelalaian, maka penting untuk dilakukan edukasi dan mitigasi risiko bencana bagi warga secara menyeluruh.
—
Menghadirkan Solidaritas, Bukan Saling Menuding
Kejadian ini semestinya dijadikan momentum untuk memperkuat rasa persaudaraan dan solidaritas sosial antarwarga. Menurut Baharul, yang dibutuhkan saat ini bukanlah saling menyalahkan, melainkan saling mendukung.
> “Kita tidak sedang membutuhkan pemecah, tapi perajut. Rasa aman dan damai tidak akan hadir jika kita terus terjebak dalam prasangka dan dendam. Desa ini harus diselamatkan dengan partisipasi aktif warganya,” tulisnya.
Bagi keluarga korban, baik secara materil maupun psikologis, dukungan nyata sangat dibutuhkan. Peristiwa ini telah menghancurkan bukan hanya harta benda, tetapi juga rasa aman dan tempat berlindung.
—
Wailoba Harus Bangkit: Keadilan dan Kedamaian adalah Hak Setiap Warga
Desa Wailoba tidak boleh dibiarkan terjebak dalam ketakutan atau spekulasi berkepanjangan. Api yang membakar rumah kepala desa adalah alarm sosial yang menunjukkan bahwa keamanan dan ketertiban bukanlah hal yang bisa diabaikan.
Masyarakat kini menunggu dua hal: kejelasan hukum dan pemulihan sosial. Kedua aspek ini harus berjalan seiring agar kepercayaan publik terhadap aparat dan antarwarga tetap terjaga.
> “Jangan biarkan satu rumah yang terbakar menjadi awal dari kehancuran sosial yang lebih besar. Wailoba berhak atas keadilan, kedamaian, dan perlindungan hukum,” tutup Baharul Fokaaya.
—
Tragedi ini menjadi pelajaran bagi semua pihak bahwa di balik kobaran api, selalu ada harapan yang bisa dinyalakan kembali. Asalkan desa tetap bersatu dan menolak untuk dipecah oleh ketakutan atau provokasi, maka Wailoba akan kembali berdiri kuat – bukan hanya secara fisik, tapi juga dalam semangat kebersamaan.
(Redaksi | InfoPublic.id)